Hidup itu bagaikan bangku sekolah

Hidup itu bagaikan bangku sekolah

Artikel Motivasi hidup berikut semoga bermanfaat dan dapat membuat hidup kita semakin semangat dan lebih semangat lagi. AAmiin

Hidup itu bagaikan bangku sekolah, hidup harus ada ujian, hidup harus ada rapot, hidup harus ada guru dan hidup akan menemui titik jemu persis saat kita sekolah.
Kita pernah merasakan jenuh saat bersekolah, anda dan sayapun pernah merasakannya, dan sekarang saat dewasa, kita baru mengatakan, “Mengapa dahulu kita tidak giat menuntut ilmu.’ Namun waktu sudah berlalu, dan tidak ada jalan lagi untuk mengulangi kehidupan yang telah berjalan maju, yang kita sesali hanya guratan-guratan penyesalan di masa lalu saja.

google.com
Penyesalan itu terjadi, karena kita menemukan jawaban yang tepat, alasan yang lebih mantab untuk bersekolah. Pertayaan yang mungkin sama adalah, “untuk apa kita bersekolah?”

Artikel Motivasi Hidup Hidup itu bagaikan bangku sekolah

Oleh Dedik Widianto

Dan jawaban dari pertanyaan diatas selalu kita tunggu,. Dari hari ke minggu, dari bulan ketahun, namun jawabannya tidak ada kecuali agar kita menjadi anak yang pandai, rutinitas dan tidak menemukannya jawaban atas kegunaan belajar inilah yang membuat kita malas bersekolah. Dan sekarang kita menemukan jawabannya saat kita berkerja, disaat skill yang harusnya kita bina di bangku sekolah dilewatkan begitu saja, hingga saat berkerja kita tidak mendapatkan apa-apa yang kita butuhkan. Maka menyesalah anda sekarang.
Saudaraku, bagaimana dengan kehidupan Kita? Jika kita mau bertanya dengan pertanyaan yang sama, “untuk apa kita hidup?” maka jawabanya nanti akan kita temukan saat kita tidak lagi ada di dunia, namun apakah saat itu anda akan kembali ke dunia dan m emperbaiki semua?
Maka mulai sekarang temukan jawaban dari pertanyaan kita. “Apa tujuan hidup kita di dunia?”
Setiap individu memiliki jawaban yang berbeda, namun harus mengandung tujuan yang sama,  yaitu untuk berbuat baik kepada Tuhannya, dirinya dan lingkungannya.
Setelah menemukan tujuan, anda menemukan pendamping, anda memelukan pembimbing, anda memerlukan orang yang mendukung anda ketika benar dan mencegah anda ketika salah, orang yang ikut bahagia bila anda benar dan ikut bersedih bila anda salah, anda boleh memilih siapa  saja, diantara manusia-manusia yang ada didunia. Anda boleh memilih pasang hidup yang sah, guru, orang yang dikagumi, taupun sahabat. Mereka lah yang akan membawa anda dalam kebahagiaan..... karena mereka guru anda. Ada tentu sering mendengarkan bahwa Sayidina Ali  sepupu  Rasulullah pernah mengatakan, bahwa : “Barang siapa yang mengajarkanku satu huruf, dan itu bermanfaat bagiku, maka akan ku angkat sebagai  guru.”
Itulah cara sepupu rasulullah untuk memuliakan guru dalam kehidupan. Memang tidak semudah apa yang kita pikirkan, namun tidak ada salahnya kita berusaha melakukan seperti yang dilakukan oleh sahabat ali.
Ketika guru dan tujuan hidup kita sudah tertata, maka hidup kita akan berjalan dengan lebih mudah, anda lebih mudah merencanakan setiap langkah kehidupan anda, namun jangan pernah menyangka kita akan terbebas dari masalah kehidupan yang mengganjal dan menyandung jalan hidup kita. karena kehidupan ini akan dihadapkan dalam masalah satu dengan masalah lain, masalah tak halnya dengan ujian yang ada disetiap akhir episode hidup kita.
Ujian kita memiliki kesulitan dan kerumitan yang berbeda. Tergantung dengan kelas dan tingkatan berapa kita diuji. Semakin tinggi kelas kita maka semakin tinggi pula ujian yang Allah berikan kepada kita.
Dimana kelak kita akan menerima rapor hasil ujian-ujian yang diakumulasi kedalam dua nilai. Nilai S untuk Surga dan nilai N untuk Neraka. Aku kita masih memiliki kesempatan untuk melakukan remidi, sementara mendapatkan nilai N dan kemudian dijanjikan nilai S setelah melakukan ujian ulang yang lebih sulit dan lebih berat.
Saudaraku, tidak ada yang mengatahui kita berada pada tingkatan mana, masih kelas satukah atau naik ke kelas lain yang lebih tinggi, atau bahkan turun ke kelas yang lebih rendah. Kita juga tidak pernah menghitung berapa kalikah Allah memberikan soal ujian berupa masalah kepada kita. Namun soal-soal itu cepat atau lambat akan kita terima, soal berupa musibah, konflik maupun masalah kehidupan yang lainnya. Maka kita harus belajar sejak sekarang. Agar kelak kita bisa dihadapkan dengan wajah senyum, saat Allah membagikan Rapotnya kepada kita. Dengan girang kita melonjak karena mendapat nilai S.
Hari yang mendebarkan saat ini telah kita jalani, kita berada di antara kelilingan manusia beseragam yang duduk lesu menatap satu dua lembar kertas berjudul Ujian, beberapa orang nampak terdiam mentap soal tajam-tajam dan membacanya berulang-ulang. Sebagaian yang lain memilih pasrah membiarkan teman-teman bertarung dengan pikiran mereka, bahkan banyak diantara mereka menundukan kepada menarik kertas kecil dibalik saku celana.
Itulah kehidupan, manusia menerima beban dalam bentuk yang sama, sama-sama dalam bentuk masalah.perbedaannya adalah bagamana kita menyikap masalah dan menyelesaikannya .
Kebanyakan orang menerima masalah sebagi beban kehidupan, meski tidak berwujud namun beban ini sangat memberatkan langkah perjalanan kita. Dan kita berharap beban ini hanya terjadi sekali dalam hidup kita, bahkan kadang kita menyerah dan meletakan beban ini tanpa rasa tanggung jawab. Kita lari dari masalah dan melimpahkan masalah yang kita hadapi kepada orang lain. Maka fitnahpun tak pernah terelakan, perpecahanpun terjadi.
Sadarkah kita, bahwa tidak ada yang paling berat melebihi memikirkan sesuatu, masalah terasa sangat berat dan menjadi beban karena kita terlalu panjang dan rumit memikirkannya.
Pepatah mengatakan, kemarin adalah penggalaman, sekarang adalah peluang dan besuk adalah masa depan. kita tidak bisa meramalkan masa depan, kita juga tidak tahu kapan waktu akan berlalu, yang kita lakukan adalah memikirkan sesuautu yang akan terjadi dengan segala resikonya, meski kita sendiri tidak mengetahui apakah resiko itu akan benar-benar terjadi atau hanya paranoid kita saja.
Kadang pengalaman di masa lalu mengajarkan kita untuk berburuk sangka pada masa depan kita, kita membayangkan hari esok adalah hari yang kelam. Kita membayangkan pekerjaan akan menjenuhan, sekolah menjadi sebuah beban. Maka sikap dan tindakan kitapun akan sama dengan pikiran kita.
Ujian tidak akan pernah selesai jikalau kita hanya memikirkannya, salah satu solusinya adalah kerjakan, kerjakan dan kerjakan. Maka sesuatu yang nampak sulit akan terasa lebih mudah.
Solusi terletak berdekatan dengan masalah, sangat berdekatan, jadi dimana ada masalah maka kita juga akan menemukan solusi. Dalam masalah apa saja kita akan menemukan solusinya. Sakit solusinya obat, bodoh solusinya belajar, miskin solusinya bekerja.
Semua masalah akan terselesaikan, dalam kondisi bagaimanapun. Tinggal bagimana dan kapan kita menyelesaikannya. Maka kita merlukan iktiyar dalam mencari solusi dan menerapkannya dalam masalah kita, kalau memang kita harus mendapatkan kegagalan maka jangan bersedih karena sikap menerima dengan hati terbuka adalah tanda keikhlasan yang dapat mengangkat derajat manusia kepada Tuhannya.
Gagal atau berhasil bukanlah urusan manusia, gagal atau berhasil adalah hak paten dari Tuhan, dimana manusia hanya bisa berdoa, dengan berharap dan berusaha.
Berbicara soal doa, mungkin (sekarang/dulu) kita memiliki padangan yang salah tentang kapan kita harus berdoa. Saya orang pertama yang akan mengakuinya,
Kebiasaan berdoa merupakan agenda tahunan menjelang kelulusan, kita berdoa dengan kusyuk entah dengan niat yang salah atau benar, kita melengkapi jumlah shalat wajib kita bahkan melengkapi dengan shalat sunat disepertiga malam atau shalat diwaktu dukha. Tidak ada yang salah memang, karena Allah tempat menerima segala tampungan doa. Namun yang bermasalah adalah meminta atau berdoa kita lakukan justru pada saat setelah kita melakukan sesuatu, misalkan berdoa setelah ujian dan menunggu pengumuman hasil ujian, berdoa setelah melakukan tes PNS, lalu bagaimana jika kita tahu bahwa ternyata jawaban kita keliru. Apakah kita akan berdoa meminta Tuhan melakukan kecurangan dengan mengganti dengan jawaban yang benar, atau melakukan kegiatan kriminal dengan membuatakan sementara mata korektor saat mengoreksi lembar jawab kita. Semua bisa terjadi, namun bukan hal ini yang terjadi, karena kejadian ini kita namakan sikap pasrah, bukan kepada Tuhan namun tepatnya pasrah kepada keadaan. Yang benar-benar terjadi adalah kita berdoa memohon kepada Allah untuk dijadikan landasan dan motivasi bahwa Tuhan akan selalu bersama kita, segala hal akan terasa mudah jika Allah meridhoinya.
Allah maha adil dalam memberikan keputusan, keputusan berhasil karena memang itulah yang terbaik yang akan kita jalani dan kegagalanpun adalah jalan terbaik yang dipilihkan Tuhan untuk kita. Karena dengan gagal kita akan belajar, bagaimana menjalani sesuatu dengan benar. Karena kehidupan ini harus selaras, keselarasan hidup hanya bisa kita tempuh dengan berbuat benar. jadi jangan pernah mengatakan “ saya sedang sial” atau “nasib saya sedang tidak baik.” Karena dengan perkataan itu sebenarnya, anda telah menyalahan Tuhan, anda tidak berkeyakinan bahwa yang terjadi adalah kehedaknya, Allah maha benar dan maha adil, setiap kehendaknya bertujuan agar kita menjadi orang yang adil dan orang yang benar.

Tersebutlah seorang interpainur yang merintis karir wirausaha sejak usianya masih berlia. Tercatat saat itu beliau menjadi mahasiswa jurusan Fisika di sebuah Universitas di Malang, Beliau pernah menelurkan sebuah perusahan catering yang sukses kala itu. Yang menarik saat beliau mendapat pesanan 1.000 katering dari sebuah Universitas terkemuka di Malang. Dalam pikiran saya tergambar betapa senangnya beliau saat itu, dalam benaknya akan terbayang berapa rupiah yang akan ia dapatkan. Ia akan memastikan bahwa ini adalah peluang dalam keberhasilan hidupnya. Tetapi di sisi lain seorang karyawannya akan mengeluh dengan 1.000 pesanan ini. Bahkan mengganggapnya sebagai bencana, sebagai musibah, sebagai petaka. Karena sedikit ataupun banyak jumlah pesanan gajinya akan tetap sama. Pertanyaannya adalah mengapa?
Kedua posisi inilah pernyebabnya, seorang bos akan memiliki semangat yang berlipat-lipat lebih kuat daripada karyawan. Karena disini karyawan adalah orang yang dikaryakan, bukan berperan sebagai orang yang berkarya atau orang yang memberikan kontribusi. Padahal semua tergantung individu meletakan posisi mereka dimana. Ketika anda dalam masalah anda bisa berada dalam posisi bos, dimana jika anda menyelesaikan banyak masalah anda akan menjadi pribadi yang lebih besar dan kaya hati. Namun anda juga bisa meletakan sebagai karyawan yang menggerutu, dimana ketika anda mendapatkan masalah hanya akan menambah kuota kesengsaraan anda saja.
Tetapi titik terangnya adalah masalah adalah bentuk lain dari peluang, seperti hitam adalah warna lain dari putih, jika di dunia ini tidak ada kata hitam maka tidak ada yang disebut warna putih.
Pemuda adalah seorang yang mendapatkan peluang itu, sedang sang karyawan adalah orang yang mendapatkan peluang namun mengangapnya sebagai musibah.
Sebagai seorang muslim kita dianjurkan untuk membaca basmalah di awal aktifitas kita.
“dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.”
Dari sini kita akan menyakini dengan seyakin yakinnya bahwa Allah mengasihi kita dan Allah akan menyayangi kita. Tidak ada satu kejadian disetiap detik waktu kita yang mendapatkan kesia-siaan dari Allah. Semua adalah jalan terbaik dari sebaik-baiknya jalan yang diberikan Allah kepada kita, sebagai perwujudan kasih sayang Allah kepada hambanya.
Di sebuah kisah disebutkan terdapat seorang pemuda yang terdampar disebuah pulau, karena semalam kapal nya tenggelam dilahap badai. Namun ia masih dapat bertahan dengan berpegangan pada selembar kayu yang mengapung dan mendamparkannya pada pulau itu. Sang pemuda sangat marah, ia menangis dan meronta, mencaci, hingga ia merasa lapar dan segera masuk hutan untuk mencari makan, dengan sisa tenaga yang ada ia kembali ketempat semula karena didalam hutan itu tidak ia temukan makanan sama sekali. Sesampainya ditempat semula ia dikejutkan dengan api yang melahap membakar sisa barang yang ia miliki.
Dengan mata merah penuh amarah, ia berteriak :
“Tuhan, maha belas kasihmu, mana sikap adil bagi hambamu, aku telah berbuat baik kepada banyak makhluk tetapi mana balasanmu.”
Pikiran yang kalut dan terkurasnya tenaga membuat sang pemuda jatuh pingsan. Esoknya matahari bersinar diantara awan hitam yang berlalu lalang, membiaskan sinar emas dari celah-celah awan.
Sang pemuda membuka mata, yang ia lihat beberapa orang asing dengan wajah cemas mengelilinginya.
“Syukurlah anda masih selamat!” sapanya dengan senyuman.
“Celaka!” ucap sang pemuda sambil beringsut menjauh ketakutan.
“Tuhan, apakah ini neraka yang kau janjikan, aku telah mencemoohmu, apakah neraka ini yang kau berikan!”
Beberapa orang asing tersebut tersenyum dan sebagaian tertawa.
“Tuan anda masih hidup, anda berlum mati!” jelas seorang dari mereka.
“Kami adalah tim penyelamat, kami melihat kepulan asap dari pulau ini, tindakan anda membuat api darurat sangat tepat, dengan tindakan itu anda juga telah menyelematkan puluhan orang yang berada disekitar pulau ini, terima kasih anda telah menyelamatkan nyawa mereka.
Sang pemuda menundukan kepala, terduduk tersimpuh dengan linangan air mata, dari sela bibir dan suara desahan tangisnya terdengar lirih ucapan syukur, Terima kasih ya Allah.” (terispirasi oleh hikmah dari seberang)
Seperti itulah hidup. Kadang kita perlu api untuk melelehkan kerasnya besi. Namun akan ada sentuhan lembuh untuk melipat kertas. Mari kita bertanya pada diri kita sendiri. Apakah perlu api masalah membakar diri atau cukup sentuhan halus dari-Nya untuk merubah kita. Mungkin kerasnya hati yang membuat masalah silih berganti berdatangan. Tuhan menginginkan kita kembali kejalan yang ia ridhoi.
Bukankah Tuhan itu maha pengasih lagi maha penyayang. Maka sebagai orang beriman yang mempercayai kasih dan sayangnya Allah akan berprasangka bahwa segala sesuatu yang diberikan Tuhan adalah segalanya yang terbaik dari-Nya.

0 Response to "Hidup itu bagaikan bangku sekolah"

Post a Comment